Aceh Tengah, Angkaranews.com -Aktivitas penambangan emas ilegal kembali mencuat di Kecamatan Linge. Berdasarkan informasi dari Gayo Konservasi, seorang tokoh yang dikenal masyarakat Desa Lumut dengan inisial Kuara, diduga menjadi dalang utama di balik penambangan ilegal tersebut. Kuara disebut mengoperasikan sembilan ekskavator di sepanjang aliran Sungai Lumut pada sembilan titik berbeda.
Gayo Konservasi mengungkapkan bahwa tindakan Kuara ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Organisasi konservasi tersebut mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengambil langkah tegas terhadap aktivitas ilegal ini.
Ancaman Pidana bagi Pelaku Penambangan Ilegal
Kegiatan penambangan tanpa izin, sebagaimana dilakukan Kuara, merupakan pelanggaran berat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Dalam Pasal 158, disebutkan:
"Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dari pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar."
Selain itu, dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas ini juga dapat dijerat menggunakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 98 ayat (1), yang menyatakan:
"Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar."
Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Ilegal
Gayo Konservasi menyoroti dampak kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas sembilan ekskavator yang beroperasi di sepanjang Sungai Lumut. Penambangan ini tidak hanya mengancam ekosistem sungai, tetapi juga berisiko menyebabkan bencana seperti banjir dan longsor di wilayah sekitarnya.
"Kerusakan yang terjadi sudah sangat mengkhawatirkan. Jika ini terus dibiarkan, bukan hanya lingkungan yang rusak, tapi juga masyarakat yang akan merasakan dampaknya dalam jangka panjang," ujar perwakilan Gayo Konservasi.
Harapan Penegakan Hukum
Masyarakat bersama Gayo Konservasi mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum, termasuk kepolisian dan dinas terkait, untuk segera menghentikan aktivitas ilegal ini. Langkah penegakan hukum diharapkan tidak hanya menindak Kuara, tetapi juga menghentikan operasional alat berat yang merusak lingkungan.
"Kami berharap tindakan ini tidak hanya sebatas formalitas. Aparat harus memberi efek jera yang nyata kepada pelaku," tegas Gayo Konservasi.
Perhatian serius dari pihak berwenang diperlukan untuk menyelamatkan ekosistem Sungai Lumut dan mencegah kerusakan yang lebih besar di masa depan.
Sinar harapan
No comments
Post a Comment