Jakarta, Angkaranews.com - Seorang Advokat bernama Sulardi, SH., MH., diduga menjadi korban kriminalisasi setelah membela kliennya atas kepemilikan tanah di Jakarta Barat. Kini, Sulardi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polisi. Bahkan, berkasnya saat ini dinyatakan P21 dan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kejari Jakbar).
Sulardi pun mempertanyakan tentang penegakan hukum di Indonesia terhadap dirinya. Menurutnya, orang yang menjalani profesi sebagai Advokat atau penasehat hukum masih saja dipandang selalu melakukan perbuatan melawan hukum.
Padahal, kata dia, profesi Advokat dilindungi oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 2003. Dalam Pasal 16, diutarakan Sulardi, telah jelas bahwa Advokat mempunyai hak imunitas.
"Jadi contohnya saya, jangan sampai dia (masyarakat) jadi korban. Padahal saya bekerja sesuai profesi saya sebagai Advokat gitu lho. Bagaimana ini masyarakat mengalami seperti saya," tegas Sulardi, Selasa (20/08/2024).
Dalam kasus ini, Sulardi menceritakan mengenai adanya ahli waris yang menguasai lahan diperkirakan pada tahun 1960-an. Bahwa, ahli waris tersebut memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam diatas tanah persis di seberang kantor Metro TV Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Tanah itu, kini menjadi lapangan golf mini.
Lebih lanjut, tanah yang Sulardi jelaskan itu pada tahun 2013 diserobot diduga oleh mafia tanah. Kemudian, tanah tersebut dipagar dan terjadi keributan. Karena para ahli waris tidak mampu bertahan maka tetaplah dilakukan pemagaran, penguasaan fisik ketika itu.
"Kemudian pada tahun 2017 dilakukan penelitian, apa sih? alasan hak terbitnya sertifikat itu yang dijadikan alas hak menggunakan untuk menguasai lahan itu," terang Sulardi.
Sebelumnya, ia juga sempat melaporkan permasalahan tanah ini ke Bareskrim Polri pada tahun 2021. Ternyata setelah Sulardi melaporkan ke Bareskrim Polri menurutnya terbukti bahwa disitu ada indikasi bahwa sertifikat yang digunakan adalah cacat administrasi dan lokasinya berbeda.
"Sesuai keputusan surat dari Kepala Kanwil itu ngga ada disitu, lokasinya berbeda. Tapi kenapa itu bisa bertahan disitu. Sedangkan kita sekarang di kriminalisasi seolah-olah saya menggunakan surat palsu," tuturnya.
Selain itu, ia pun mempertanyakan tentang surat palsu yang dituduhkan pada dirinya. Sulardi mengungkapkan dałam kasus ini sosok pelapor belum pernah memberitahukan tentang apa yang dianggap palsu. Bahkan, hingga saat ini Sulardi tidak mengerti mengenai surat yang dipalsukan.
Ia menduga ada upaya kriminalisasi penyalahgunaan wewenang dan memihak dalam suatu penanganan perkara. Anehnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jakbar kala itu langsung menetapkan bahwa berkas dirinya telah lengkap atau P21.
"Yang sampai hari ini, sampai detik ini, surat palsu yang mana yang digunakan itu. Pelapor ini apa yang dipalsukan surat apa yang dipalsukan itu, kita tidak diberitahu itu, kita ngga mengerti gitu lho. Ini yang menjadi persoalan kita mencari keadilan itu, tidak jelas tapi kita di kriminalisasi," beber Sulardi.
Sulardi menandaskan, bilamana ada palsu berarti kata dia ada yang aslinya. Namun, demikian pihaknya belum mengetahui hal tersebut tentang apa yang dipalsukan. Dirinya menduga ada yang bermain dalam kasus pemalsuan ini.
"Kalau menjalankan tugas saya sebagai Advokat itu tentu saya melakukan pembelaan untuk kepentingan hukum daripada klien saya. Karena mereka merasa punya hak, dan hak itu yang dia miliki dikuasai secara turun-temurun dan ngga pernah dimohonkan sertifikat. Tapi ternyata itu dikuasai orang lain. Justru yang menguasai itu mengkriminalisasi kita seolah-olah kita menggunakan surat palsu," ungkapnya.
Sulardi menyampaikan yang menguasai itu jelas bahwa didalam sertifikat itu ialah Arjuna Grup dan PT HD Arjun pihak tersebut membeli dari PT Sukabani. Menurut dia, keterangan tersebut tercatat namanya Nani Lukman.
"Nani Lukman tahun 1999 memalsukan sertifikat, semua yang dipalsukan itu salah satu contohnya tidak sesuai fakta. Makanya terbit sertifikat itu. Makanya dikuasai itu 2025, itu dijual kepada PT HD nah PT HD menguasai sampai sekarang," tandasnya. (R-MAN)
No comments
Post a Comment