Nasional

Nasional

Kekerasan Terhadap Anak di Sekolah Catatan, praktisi hukum Rohmat Selamat, SH.M.Kn

Tuesday 28 May 2024

/ by Angkara News

Bogor.angkaranews. Kekerasan terhadap anak di sekolah masih saja terjadi, apalagi di satuan pendidikan berbasis agama. Ini sungguh miris. Salah satu korban tindak kekerasan, adalah keponakan saya sendiri, yang kebetulan sedang menuntut ilmu agama di salah satu pesantren di kawasan Gadog, Bogor. Informasi yang saya peroleh, keponakan saya dipukuli, ditonjok dan disetrum dengan kabel & stop kontak yang ada di mesjid pondok.

Penyebab peristiwa memalukan tersebut sepele. Keponakan saya mendapat tugas piket rayon untuk menyiapkan nasi untuk santri.

Menurut penuturan keponakan saya, ada salah satu seniornya berinisial F dan teman-teman kelas 6 sudah ambil nasi, tapi minta jatah lebih, dan berpesan kepada keponakan saya nasi jangan ada yang ambil lagi.

Saat keponakan saya mengambil nasi untuk F dan teman-temannya, datang Ustadz meminta nasi, karena belum kebagian. Oleh keponakan saya, dikasilah nasinya ke Ustadz.

F gak terima, sebelum magrib [Sabtu kemarin kejadiannya] keponakan saya dipanggil F ke kamar kelas 6, disitulah keponakan saya langsung ditonjokin dan dianiaya secara membabi buta.


Ketua DPC PWRI Bogor Raya Rohmat Selamat, SH, M.Kn
Perlu diketahui bahwa tingkat kekerasan pada anak di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan.

Kementerian PPPA pun mendorong agar para guru mengawasi perilaku anak didiknya agar tidak ada lagi praktik-praktik kekerasan di satuan pendidikan. Karena lingkungan sekolah harus menjadi nyaman bagi siswa-siswi atau para santri agar mendorong perkembangan belajar anak dan membekali mereka dengan wawasan dan pengetahuan serta keterampilan secara optimal.

Harus diingat pula ada aturan hukum pidana mengenainya. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menyatakan dalam ayat (1)  bahwa Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. Sedangkan pada ayat (2) diterangkan bahwa perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.

Bagaimana ancaman pidana jika melakukan kekerasan terhadap anak? Pasal 80 jo. Pasal 76C UU 35/2014 menyebutkan:

(1)  Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

(2)  Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3)  Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Banyaknya kasus kekerasan pada anak yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan perlu menjadi keprihatinan semua pihak, baik peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, maupun warga satuan pendidikan. Sebab satuan pendidikan merupakan tempat kedua bagi anak dalam menghabiskan waktunya.

Karena itu, satuan pendidikan harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak. Apapun bentuk kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan harus dapat dicegah dan ditangani dengan baik. Karena kekerasan tersebut bukan saja berdampak buruk bagi anak dalam memperoleh pendidikan yang layak, tetapi juga berdampak buruk pada mental mereka.

Semoga catatan ini bisa menjadi perhatian dan renungan bagi para pendidik atau yang bertanggung jawab di pesantren tempat keponakan saya menimba ilmu agama.

Bogor 27 Mei 2024

Praktisi Hukum, Ketua DPC Persatuan Wartawan Republik Indonesia Bogor Raya















 

No comments

Post a Comment

Don't Miss
Copyright © 2023 Angkara News